Elshinta.com - Semua pengambil kebijakan di Universitas Brawija Malang harus segera mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan perguruan plat merah ini tidak terjebak terlalu dalam distampel perguruan tinggi yang terpapar radikalisme dan intoleransi.
“Pasalnya dari survei pemetaan karakter toleransi mahasiswa pada April 2022. Dengan melibatkan 397 mahasiswa dari 16 fakultas, ditemukan bahwa tingkat toleransi mahasiswa secara keseluruhan masih berada pada tingkatan sedang. Artinya, secara umum, mahasiswa masih ragu untuk bersikap toleransi,“ kata Mohammad Anas, Kepala UPT Pengembangam Kepribadian Mahasiswa (PKM) Universitas Brawijaya Malang seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, El Aris, Selasa (24/5).
Dijelaskan Anas, penelitian dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian ilmiah, yaitu melalui FGD penyusunan definisi, konsep, dan variabel toleransi, penyusunan indikator, penyusunan kuisioner, uji validitas dan reliabilitas data dengan uji coba pada kelompok kecil dan diskusi dengan ahli. Setelah kuisioner terbukti andal dan reliabel, baru dilakukan penyebaran angket secara online kepada mahasiswa dari 16 fakultas di rentang usia 17-22 tahun.
“Penelitian menunjukkan bahwa 98,24% mahasiswa memiliki pemahaman toleransi yang tinggi, 1,26% memiliki pemahaman toleransi yang sedang, dan hanya 0,50% yang memiliki pemahaman toleransi yang rendah. Dalam hal sikap penerimaan terhadap perbedaan (inklusif), 94,21% mahasiswa memiliki sikap penerimaan yang tinggi, 5,54% yang memiliki sikap penerimaan dengan kategori sedang, dan hanya 0,25% yang memiliki sikap penerimaan rendah. Dalam hal pengakuan terhadap keberadaan kelompok minoritas, 50,13% responden memiliki sikap dengan kategori sedang, 44,58% memiliki sikap mengakui keberadaan kelompok minoritas dalam kategori tinggi, dan sisanya, 5,29% mahasiswa berada pada kategori rendalam sikap mengakui keberadaan minoritas. Pada aspek sikap tidak memaksakan kehendak, sekitar 75,06% responden masuk dalam kategori sedang, yang mana para responden bersedia menerima dan menghargai pendapat dari teman yang berbeda agama maupun berbeda etnis. Hanya 23, 68% mahasiswa yang memiliki sikap tidak memaksakan kehendak dengan nilai tinggi dan 1,26% dalam kategori rendah," papar Anas.
Anas menjelaskan, dalam sikap saling menghargai perbedaan, seperti menghormati dan menghargai keberagaman suku, agama, dan budaya di Indonesia sebanyak 81,61% atau sekitar 324 mahasiswa/mahasiswi yang mengisi survei masuk ke dalam kategori tinggi, 17, 88% berada pada kategori sedang, dan hanya 0,50% yang berkategori rendah. Dalam tindakan intoleransi di lingkungan sekitar, mayoritas responden atau 72, 54% menyatakan penolakan, 23,43% ragu-ragu menolak, dan 4,03% cenderung mendukung tindakan intoleransi tersebut.
"Dalam praktik toleransi, 62,22% masuk ke dalam kategori tinggi, 37,53% berada pada kategori sedang atau ragu-ragu untuk melakukan praktik toleransi, dan hnaya 0,25% saja yang memiliki praktik toleransi rendah.85” jelasnya seraya menegaskan bahwa masuk katagori sedang bukan berarti aman, namun perlu waspada.
“Karena itu ini jadi PR Rektor UB yang baru terpilih untuk segera mengambil langkah-langkah stategis, tepat dalam menyelamatkan mahasiswa, termasuk civitas akademika UB agar tidak menjadi pemicu munculnya bahaya lain di dalam kampus,” tegasnya.