Elshinta.com - Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan Syairi Mukhlis mendesak Pemkab setempat segera membentuk tim satgas untuk mengawasi penetapan sekaligus realisasi harga tandan buah segar milik petani ke pabrik kelapa sawit (PKS) di daerah.
"Karena larangan ekspor CPO berimbas terhadap anjloknya harga tandan buah segar (TBS) dari petani swadaya," kata Sairi di Kotabaru dilaporkan Rabu.
Dikatakan, dengan anjloknya harga TBS, jelas sangat merugikan petani sawit kita dan mereka mengadu ke pemerintah daerah, tugas pemerintah daerah wajib melindungi petani sawit di daerahnya,” kata Ketua DPRD Kotabaru.
Syairi juga menyarankan Pemda segera membangun PKS mini melalui perusahaan daerah agar tidak ada lagi kesewenangan PKS terhadap petani swadaya, dan bisa menerima buah dari petani secara langsung.
"Ada juga PKS yang tidak mau menerima TBS dari petani sawit swadaya, kami sangat menyayangkan terjadinya hal itu. Jadi dengan adanya penurunan harga, sebenarnya mereka telah melanggar aturan,” jelasnya.
Sairi juga meminta Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Kabupaten Kotabaru lebih solid dan bergerak bersama memperjuangkan hak-hak para petani swadaya.
Sementara itu, ratusan anggota Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Kabupaten Kotabaru menggelar unjuk rasa dan ditemui oleh ketua DPRD Kotabaru dan sekretaris daerah Kotabaru Said Akhmad.
Mereka menuntut agar segera menindaklanjuti tentang keputusan Presiden berkaitan dengan larangan ekspor CPO ke luar negeri.
Semua permasalahan sudah disampaikan termasuk beberapa PKS yang telah menurunkan harga TBS tidak sesuai dengan harga standar Dinas Perkebunan Provinsi Kalsel.
Sementara itu, sebelum ada pelarangan ekspor turunan kelapa sawit harga TBS hasil panen petani swadaya di Kabupaten Kotabaru kisaran Rp3.500 per kilogram, namun setelah adanya pelarangan ekspor kini kisaran Rp1.700 per kilogram.