Elshinta.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengembangkan kurikulum pembelajaran yang dikenal dengan Kurikulum Prototipe. Kurikulum yang sudah diuji coba di 2.500 sekolah umum dan 900 SMK di seluruh provinsi di Indonesia ini diklaim mendapat sambutan yang baik dari sekolah dan siswa. Para siswa disebut mengaku senang dengan pembelajaran berbasis Kurikulum Prototipe ini karena bahan belajar, seperti buku teks yang dianggap lebih mudah dipelajari, lebih fokus, menarik dan lebih memotivasi siswa untuk belajar.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo mengatakan, Kurikulum Prototipe bukan merupakan kurikulum pengganti dari Kurikulum 2013 (Kurtilas) atau Kurikulum Nasional 2022 melainkan sebagai sebuah kurikulum opsi.
"Kurikulum Prototipe ini memang lebih fokus pada materi yang esensial, lebih mendalam dan lebih bisa menyentuh karakter dan daya nalar para siswa. Untuk itu, buku teks pun disiapkan atau diubah dengan buku yang berisi materi pembelajaran yang lebih esensial, di mana siswa di kelas bisa berfikir bagaimana menerapkan konsep-konsep belajar untu diterapkan dalam kehidupan nyata," kata Anindito dalam wawancara dengan Radio Elshinta, Kamis (23/12).
Ditegaskan Anindito bahwa Kurikulum Prototipe bukan Kurikulum Nasional 2022, melainkan kurikulum yang menjadi opsi bagi sekolah. Hanya sekolah yang berminat saja bisa menerapkan Kurikulum Prototipe.
"Jadi tidak semua sekolah akan menerapakan Kurikulum Prototipe ini. Sementara kebijakan Kurikulum Nasional akan dievaluasi setelah satu dua tahun berikutnya," ujar Anindito.
Dijelaskan Anindito, pihak Kemendikbudristek tidak melakukan seleksi terhadap sekolah-sekolah yang akan menerapkan Kurikulum Prototipe, melainkan meminta kepada kepala sekolah dan guru di sekolah untuk mempelajari terlebih dahulu konsep dari Kurikulum Prototipe.
"Kepala sekolah dan guru bisa mendapat materi untuk mempelajari Kurikulum Prototipe. Setelah itu baru mereka bisa mendaftarkan diri untuk menerapkan Kurikulum Prototipe di sekolah mereka. Basisnya adalah minat dan pemahaman. Jadi yang bisa melakukan aseement adalah guru dan kepala sekolah. Namun, pihak Kemendikbudristi tentu akan memberikan pelatihan kepada sekolah yang akan menerapkan Kurikulum Prototipe," kata Anindito.
Menyinggung adanya anggapan bahwa dengan penerapan Kurikulum Prototipe ini siswa di SMA tidak mendapatkan pembelajaran IPA, IPS atau Bahasa. Anindito menegaskan bahwa para siswa sampai dengan Kelas X tetap belajar dengan materi-materi yang diperlukan.
"Barulah di Kelas XI, XII, ada mata pelajaran wajib, namun karena tidak ada penjurusan, maka siswa bisa memilih mata pelajaran yang diminati. Contohnya, siswa berminat pada bidang teknik, maka siswa bisa belajar matematika lanjutan, fisika lanjutan dan bahkan bisa dikombinasikan dengan mata pelajaran lanjutan lainnya. Jadi minat siswa lebih diakomodir," terang Anindito.
Terkait skema penilaian, Anindito mengatakan untuk skema penilaian menjadi kewenangan masing-masing guru. Guru perlu melakukan assesment apakah tujuan pembelajar sudah tercapai atau belum dan seberapa baik siswa mencapai tujuan pembelajaran itu. "Secara konsep penilaian hakikatnya adalah tetap sama, yang ditekankan adalah penilaian jangan hanya dilakukan untuk menilai di rapor. Penilain harus dilakukan sejak awal semester dan dilakukan secara berkala. Ini agar guru bisa kreatif menyesuaikan materi, ketepatan dan cara mengajar dengan kebutuhan siswa,"
Yang penting, tegas Anindito, nilai rapor adalah mencerminkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi dan tujuan pembelajaran.