Elshinta.com - Berawal dari KLM Interinsulair Bedrijf maskapai penerbangan Belanda. Maskapai ini dibuat oleh Belanda untuk menfasilitasi daerah jajahan mereka. Semuanya ada 20 unit pesawat Dakota bekas pakai KLM.
Namun pada 28 Desember 1949 sebagai konsekuensi pelaksanaan perjanjian KMB (Konferensi Meja Bundar di Den Haag, oleh Belanda KLM IIB diserahkan pada Indonesia.
Sebelumya pada 25 Desember 1949, wakil dari KLM yang juga teman Presiden Soekarno, Dr. Konijnenburg mengabari Presiden Soekarno di Yogyakarta, kalau KLM Interinsulair Bedrijf akan diserahkan pada Indonesia.
Menanggapi kabar itu, Presiden Soekarno menjawab dengan mengutip sajak berbahasa Belanda ciptaan Raden Mas Noto Suroto, “Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden” yang artinya “Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi di atas kepulauanmu".
Maka pada tanggal 28 Desember 1949, penerbangan bersejarah menggunakan pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM Interinsulair terbang membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Jakarta.
Rencananya Soekarno menghadiri upacara pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan menggunakan pesawat milik maskapai penerbangan bernama Garuda Indonesian Airways. Nama yang ia diberikan pada perusahaan penerbangan pertama ini.
Terkait tanggal 26 Januari 1949, diperingati lahirnya Garuda Indonesia, laman tirto.id membeberkan kisah yang berbeda. Pesawat RI-001 bernama Seulawah itu milik Indonesian Airways yang menjalani rute pertama Kalkuta – Rangon.
Wiweko yang ditugasi mencari pesawat. Ia pergi ke Filipina membeli pesawat Dakota dari AS dengan uang dari Fond Dakota yang dibentuk oleh Komodor Udara Suryadi Suryadarma yang melakukan penggalangan dana.
Sejarawan Asvi Warman Adam dalam artikel Hari Lahir Garuda yang terbit di harian Kompas, 23 Oktober 2009, menyebut Wiweko membeli pesawat Dakota bukan di Filipina, melainkan di Singapura.
Sejak awal pesawat dioperasikan AURI sebagai alat transportasi bagi pejabat negara, sesuai nomor registrasinya yang menggunakan kode “RI”. Tugas pertamanya membawa Hatta dalam kunjungan kerja ke Sumatera (Yogyakarta-Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Yogya).
Awal Desember 1948 pesawat harus diservis dan kapasitas bahan bakarnya juga perlu ditambahi. Perawatan dikerjakan di Calcutta. Pekerjaan ini memakan banyak waktu dan baru selesai 20 Januari 1949.
Saatnya harus kembali ke Indonesia, kondisi negara sedang tidak memungkinkan. Waktu itu meletus Agresi Militer Belanda II. Daripada nganggur, pesawat pun dioperasikan di luar negeri. Seulawah dikomersilkan sekaligus untuk biaya hidup para awaknya selama di sana.
Wiweko Soepomo, Sutarjo Sigit, dan Sudaryono pun berinisiatif membuat maskapai penerbangan komersial. Ide ini didukung oleh Duta Besar Indonesia untuk India saat itu, Dr. Sudarsono. Indonesian Airways pun terbentuk dan Myanmar menjadi pengguna jasanya.
Seulawah mengudara pertama kali dalam status sebagai pesawat komersial pada 26 Januari 1949, dari Kalkuta ke Rangon.
Laman Dispenau menulis, “RI-001 Seulawah yang dioperasikan dengan nama perusahaan Indonesian Airways sebagai pesawat komersial tidak seperti perusahaan penerbangan air line lainnya. RI-001 Seulawah tidak mengangkut penumpang perorangan. Pesawat RI-001 dicharter oleh pemerintah Birma sebagai pesawat dalam oprasi militer.”
Wiweko Soepono menjadi direktur utama Garuda Indonesia periode 1968 hingga 1984.