Elshinta.com - Selama hampir 60 tahun, Belanda tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27 Desember 1949, yaitu ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.
Di Belanda, selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (agresi militer) pada 1945-1949 adalah ilegal.
Belanda yang menjajah Indonesia sejak Abad ke-16 pun, tak mau kehilangan wilayah koloni di Asia yang jadi sumber pundi-pundi kekayaan, teh, kopi, rempah-rempah, tekstil, minyak, mineral, dan banyak lainnya.
Seperti dikutip dari situs Radio Netherlands Worldwide (RNW), Pemerintah Belanda merespons kemerdekaan Indonesia dengan mengirim pasukan ke Hindia, untuk melakukan apa yang disebut sebagai 'Aksi Polisionil'.
Belanda menghindari istilah 'perang kolonial', menolak untuk mengakui bahwa itu adalah konflik antara dua negara dan menganggapnya sebagai masalah internal.
Aksi polisionil besar-besaran dilakukan dua kali, Agresi Militer I dan II. Tujuannya, mengembalikan Nusantara sebagai sapi perah Holland.
Pertempuran tak hanya melibatkan bedil dan bambu runcing, tapi juga perang urat syarat di meja perundingan.
Dari Perjanjian Linggarjati, Renville, hingga Roem-van Roijen, perundingan berujung pada penyerahan kedaulatan dari Negeri Belanda ke Republik Indonesia pada 27 Desember 1949.
Kabar tersebut disambut kegembiraan. "Drum berhias pita merah putih ditabuh di Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan, hingga Timor," demikian cuplikan isi artikel "Indonesia Opens New Chapter as Sovereign State", yang dimuat koran Australia Canberra Times pada 28 Desember 1949.
Mengutip Wikipedia, Belanda baru mengakui tanggal kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Rudolf Bot dalam pidato resminya di gedung Deplu. Pada kesempatan itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menlu Hassan Wirajuda.
Keesokan harinya, 17 Agustus 2005, Bot juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 Kemerdekaan RI di Istana Negara, Jakarta. Menlu Ben Bot menegaskan, kehadirannya pada upacara Hari Ulang Tahun RI ke-60 dapat dilihat sebagai penerimaan politik dan moral bahwa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Atas nama Belanda, ia juga meminta maaf.
Langkah Bot ini mendobrak tabu dan merupakan yang pertama kali dalam sejarah.
Pada 4 September 2008, juga untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang Perdana Menteri Belanda, Jan Peter Balkenende, menghadiri Peringatan HUT Kemerdekaan RI. Balkenende menghadiri resepsi diplomatik HUT Kemerdekaan RI ke-63 yang digelar oleh KBRI Belanda di Wisma Duta, Den Haag.