Elshinta.com - Jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 dengan nomor registrasi PK-LQP seakan menambah panjang catatan buruk penerbangan Indonesia. Pasalnya, insiden ini menjadi salah satu insiden kecelakaan pesawat yang buruk karena menewaskan seluruh penumpang dan awak pada 29 Oktober 2018 silam.
Pesawat Boeing 737 MAX 8 tersebut merupakan tujuan Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang yang berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. Pesawat yang lepas landas dari Jakarta pukul 06.20 WIB tersebut dijadwalkan tiba di Pangkal Pinang pukul 07.20 WIB.
Nahas, pesawat yang baru dua bulan diterima oleh Lion Air dari Boeing dan memiliki 800 jam terbang ini kemudian hilang kontak dan jatuh di lepas pantai sekira pukul 06.33 WIB di sebelah timur laut Jakarta di perairan berkedalaman 35 meter.
Berdasarkan data terakhir yang dipancarkan yang diperoleh setelah penyelidikan kasus ini menunjukkan pesawat mencapai ketinggian 3,650 kaki (1,113 m) dengan kecepatan 345 knot (639 km/h). Selanjutnya, menurut Tim SAR Pangkal Pinang, pilot sempat meminta izin untuk terbang kembali ke Jakarta, tetapi tidak pernah tiba hingga akhirnya diketahui pesawat jatuh 34 mil laut (63 km) di lepas pantai Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Pesawat JT 610 itu mengangkut 181 penumpang dengan rincian 178 penumpang dewasa dan tiga anak-anak, serta enam awak kabin dan dua pilot. Menurut Lion Air, kapten penerbangan adalah warga negara India yang sudah bekerja di maskapai ini selama tujuh tahun dan memiliki pengalaman terbang 6.000 jam, sedangkan co-pilotnya adalah warga negara Indonesia dengan pengalaman terbang 5.000 jam.
Atas kejadian itu, 189 orang yang berada di dalam pesawat itu tewas, dan 125 jenazah di antaranya berhasil diidentifikasi. Proses pencarian korban atas insiden tersebut telah diberhentikan sejak 10 November 2018.